BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lokasi penemuan tambang emas di Sekotong Kabupaten Lombok Barat bagi sebagian pihak menjadi jawaban persoalan ekonomi dan lapangan kerja yang sulit. Tidak mengherankan sebagian masyarakat yang semula mengincar bekerja ke luar negeri seperti Malaysia , Saudi, Jepang atau Korea mulai lebih memilih mengadu nasip mencari emas di lokasi penambangan Sekotong. Daerah Sekotong yang semula sepi, tidak terlalu banyak dikunjungi menjadi ramai oleh orang-orang yang sekedar melihat atau yang sengaja datang untuk bekerja. Mereka tidak saja dari Lombok tetapi juga dari luar daerah seperti Sumbawa , Kalimantan dan Jawa.
Kedatangan para penambang yang tidak saja melibatkan orang-orang lokal semakin meningkat dengan beredarnya informasi cadangan emas yang dikandung lokasi penambangan Sekotong banyak. Peningkatan ini tentu juga dipengaruhi beberapa faktor antara lain : (1) orang-orang yang bekerja di lokasi penambangan ini terbukti mendapatkan hasil yang menggiurkan; (2) perubahan taraf ekonomi dan kesejahteraan para penambang yang drastis. Faktor ini tentu saja tidak berlaku menyeluruh bagi semua yang bekerja di lokasi ini. Tetapi bukti-bukti yang terjadi telah mendorong ratusan orang setiap hari memasuki kawasan ini untuk mendapatkan rezeki.
Tragedi Teluk Minamata di Provinsi Kumamoto dan Kagoshima Jepang tahun 1968 korban mercurry sebagai dampak pencemaran logam berat harus terus menjadi bahan renungan bersama. Tragedi tersebut telah menimbulkan korban dan penyakit yang luas. Tragedi bisa jadi akan menjadi ancaman yang serius di belakang hari. Maka pertimbangan keuntungan besar dalam jangka pendek arus dipertimbangkan dengan dampaknya dalam jangka panjang yang dapat bersifat menyeluruh, apalagi penambangan pada zone ini jauh dari pertimbangan analisis dampak lingkungan (AMDAL).
Kontek ini tidak saja menyangkut Sekotong sebagai lokasi penambangan tetapi juga mengancam daerah-daerah lain yang menjadi asal para penambang khususnya yang berada di Lombok (Kota Mataram, Lombok Tengah, Lombok Utara dan Lombok Timur). Hal ini berkait dengan pola penambangan para penambang tradisional yang tidak mengolah hasil tambangnya di tempaat tetapi membawanya pulang dan diolah di tempat masing-masing. Ini dapat diketahui dari penyebaran penggunaan mesin gelondong emas yang berada hampir di semua tempat dan berada di dalam lingkungan pemukiman penduduk. Pengolahan hasil tambang di tempat pemukiman tentu saja akan membawa dampak sosial dan lingkungan. Masyarakat yang berada di sekitar tempat penggelondongan tentu akan terganggu kebisingaan suara mesin yang beroperasi hampir 24 jam.
Demikian pula dengan limbah pengolahan tentu akan membawa dampak yang serius terhadap lingkungan dan manusia. Kasus pengelolaan limbah penambangan yang tidak disertai dengan sistem analisis dampak lingkungan (AMDAL) yang bertanggungjawab telah memakan korban yang tidak sedikit mulai dari kasus Buyat sampai isu yang pernah mencuat di permukaan mengenai limbah penambangan Newmont yang sampai saat ini masih menjadi kontropersi di masyarakat Nusa Tenggara Barat. Apalagi bila pengolahan hasil penambangan tidak dilakukan berdasarkan AMDAL atau kajian yang lebih mendalam dan bertanggungjawab, meskipun skalanya kecil lambat laun akan menimbulkan dampak yang serius.
Dalam rangka mengetahui lebih jauh tentang pengelolaan limbah pengolahan hasil tambang yang tersebar di masyarakat, peneliti melakukan studi di lingkup Desa Murbaya Kecamatan Pringgarata. Hal ini dimaksudkan sebagai kajian awal dan menjadi bahan pemikiran untuk pengelolaan limbah yang lebih ramah lingkungan dan bertanggungjawab.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti : Bagaimanakah pengelolaan limbah pengolahan hasil tambanng emas Sekotong oleh masyarakat di Desa Murbaya Kecamatan Pringgarata ?
C. Tujuan
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengelolaan limbah pengolahan hasil tambang emas Sekotong oleh masyarakat di Desa Murbaya Kecamatan Pringgarata.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Mendapatkan pengetahuan teoritis tentang pengolahan limbah penambangan yang ramah lingkungan dan bertanggungjawab.
2. Maanfaat Praktis
Memberikan masukan kepada semua pihak (instansi pemerintahan maupun lembaga nirlaba) yang menaruh perhatian tentang pengelolaan limbah penambangan dan bahaya yang mungkin ditimbulkan, sekaligus menjadi pertimbangan pengembangan kebijakan dan regulasi/pengaturan pola penambangan dan pengelolaan limbah yang berpihak kepada konservasi lingkungan dan masyarakat.
B AB II
LANDASAN TEORI
A. Dampak Penambangan Emas Bagi Masyarakat dan Lingkungan
Penambangan khususnya penambangan emas di mana saja selalu memiliki dua sisi sekaligus, sisi positif dan negatif. Penambangan merupakan alternatif mengatasi persoalan ekonomi dan ketenagakerjaan yang memiliki dampak yang luas dan menyeluruh, khususnya bagi pemerintah dan masyarakat. Penambangan dapat membuka peluang kerja yang tinggi dan meningkatkan taraf ekonomi/kesejahteraan masyarakat tidak saja bagi mereka yang bekerja langsung di tempat penambangan tetapi juga bagi masyarakat sekitar.
Tetapi pada sisi lain penambangan emas menyimpan dilema yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan yang tidak saja berdampak bagi alam, binatang tetapi juga mengancam kehidupan manusia sendiri. Hal ini disebabkan salah satunya karena penambangan emas yang tidak lepas dari penggunaan air raksa (mercury) dalam jumlah yang banyak. Dalam Ensiklopedi Indonesia (1986) merkuri (mercurium, hydragyrum) merupakan logam yang berwujud cair yang mempunyai warna seperti perak, mudah menguap dan bersifat racun. Secara kimiawi mercury termasuk dalam golongan logam berat bersama jenis logam lain seperti antimony, arsenic, beryllium, cadmium, chromium, copper, lead, nickel, selenium, silver, thallium dan zinc. Mercuri berbahaya bagi manusia dan lingkungan, dapat merusak ekosistem, menimbulkan penyakit. Terlepas dari itu semua penambangan akan memobilisasi penggunaan alat-alat berat yang tentu akan bertentangan dengan upaya konservasi lahan dan air yang dapat mendorong terjadinya erosi, banjir, maupun alih fungsi lahan secara menyeluruh.
Tahun 1968 di sekitar Minamata masyarakat mengalami penyakit aneh. Rata-rata mereka mengalami gejala sama yang khas, yaitu rusaknya sistem saraf termasuk otak. Gejala ini menimbulkan mati rasa, ketidakseimbangan gerak pada tangan dan kaki, kelelahan, kuping berdenging, penglihatan menyempit, ketulian, silit bicara dan bergerak. Dampak ini juga mencakup bayi-bayi yang lahir pada masa tersebut berupa penurunan intelegensia, cacat fisik, mutasi genetik. Tragedi tersebut telah menelan 12.615 korban keracunan mercury dan 1.246 korban meninggal. Gejala tersebut berdasarkan penelitian adalah dampak pencemaran akibat penambangan yang menggunakan mercury dalam jumlah besar.
Dampak negatif ini tidak hanya mencakup masyarakat tetapi juga alam, seperti kerusakan ekosistem berupa pencemaran yang tidak dapat direhabilitasi. Kerusakan lingkungan ini pada akhirnya akan mengancam kehidupan secara menyeluruh. Dengan demikian penambangan meskipun memiliki sisi positif tetapi lebih besar dampak negatifnya.
B. Pengelolaan Limbah Penambangan Emas
Mengacu pada dampak yang ditimbulkan, penambangan emas harus didasarkan pada kajian mendalam untuk mencegah kemungkinan-kemungkinan yang membahayakan bila penambangan harus dilakukan. Oleh karena itulah setiap ijin penambangan harus disertai dengan analisis dampak lingkungan (AMDAL) dan dijamin oleh adanya sistem pengelolaan limbah penambangan yang aman dan ramah bagi kehidupan dalam arti yang menyeluruh.
Penambangan yang tidak didasarkan pada prosedur tersebut akan menjadi ancaman baik bagi lingkungan maupun manusia. Pada dimensi yang lebih luas tindakan tersebut melanggar hukum yang dapat diajukan ke jalur hukum. Pada penambangan-penambangan legal akibat-akibat yang mungkin timbul dari aktivitas penambangan memiliki jaminan dan konsesi yang dijamin perusahaan. Dalam kontek ini perusahaan tidak hanya memiliki konsesi tersebut juga memiliki tanggungjawab untuk melakukan pembangunan infra dan suprastruktur bagi masyarakat yang ada di lingkar penambangan, baik dalam bentuk pembayaran royalti maupun pajak kepada negara.
Hal yang sebaliknya terjadi pada penambangan liar/ilegal, tidak didasarkan pada pertimbangan AMDAL, perijinan, jaminan maupun royalti yang dibayarkan kepada negara. Penambangan lebih banyak dilakukan secara pribadi maupun berkelompok yang ditunjang pengetahuan/ketrampilan yang terbatas. Tidak mengherankan banyak korban yang timbul karena penambangan-penambangan liar baik yang dapat terdeteksi maupun sengaja dibiarkan begitu saja.
Selain mengacu pada paparan di atas yang penting dipertimbangkan bukan hanya persoalan legalitas, tetapi bagaimana pengelolaan limbah penambangannya tidak menjadi ancaman. Dalam kontek ini Keputusan Ditjen POM Nomer 03725/B/SK/VII/1989 menetapkan batas Hg maksimum 0,5 ppm dan kadar Pb 2 ppm. Bila limbah penambangan memberi pengaruh melampui ketentuan tersebut terhadap biota laut--misalnya yang menjadi sumber konsumsi masyarakat--akan memberikan dampak ancaman serius.
Ketentuan di atas tentu harus dipatuhi dalam kerangka pengelolaan limbah penambangan, khususnya penambangan emas sekotong yang pengolahannya tidak dilakukan terpusat di sekitar lokasi tetapi menyebar di seluruh asal penambang. Hal ini tentu akan sulit diatur apalagi para penambang rata-rata tidak memiliki pengetahuan tentang hal ini karena yang terpenting bagi mereka adalah bagaimana mendapatkan uang yang menjadi dambaan. Al-hasil bahaya mercury akan mengancam di mana-man.
Dalam situasi seperti ini pemerintah harus lebih aktif melakukan sosialisasi mengenai penambangan dan dampak yang ditimbulkan kepada masyarakat. Baik dampak yang timbul karena aktivitas penambangan itu sendiri maupun dampak yang timbul di belakang hari. Aktivitas tidak boleh terhenti pada sosialisasi tetapi juga pada penertiban, pengaturan maupun pemberian bekal pengetahuan bagi para penambang dalam pengelolaan limbah khususnya supaya tidak membahayakan manusia maupun lingkungan hidup.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian mencakup prosedur dan langkah penelitian yang akan dilakukan mulai dari rencana pengumpulan hingga pengolahan data (Nazir, 1998). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif deskriftif.
Menurut Riyanto (2007) penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilaksanakan dalam setting yang bersifat alami. Pendekatan ini dipilih karena obyek yang menjadi fokus penelitian adalah realitas sosial kelompok penambang emas di masyarakat Kecamatan Pringgarata yang tentu saja tidak dapat dipandang sebgai realitas yang sederhana dan berdiri sendiri.
B. Subyek dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Murbaya Kecamatan Pringgarata Kabupaten Lombok Tengah yang mencakup lima dusun (Dusun Pademara, Murbaya, Kekalek, Bertais dan Dasan Baru).
Sumber data/informasi dalam penelitian ini adalah kelompok penambang emas yang ada di Desa Murbaya Kecamatan Pringgarata yang memfokuskan aktivitas penambangannya di Sekotong dan mengolah hasil penambangannya di tempat tinggal mereka (dusun masing-masing). Sumber data yang akan diwawancarai disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan penelitian dengan menggunakan pendekatan purposive sampling (Arikunto, 1998) yang dapat bertambah dan berkurang.
C. Tehnik dan Instrumen Pengumpulan Data
Dalam rangka mengumpulkan data dan informasi di lapangan digunakan beberapa tehnik pengumpulan data yaitu wawancara tidak terstruktur, observasi berperan serta dan dokumentasi.
1. Wawancara Tidak Terstruktur
Wawancara tidak terstruktur adalah jenis wawancara mendalam yang lebih menekankan adanya hubungan yang akrab dan intensif antara peneliti dengan informan dalam rangka mendapatkan data yang menyeluruh dan mendalam (Riyanto, 2007).
Berdasarkan sifat wawancara ini dapat digolongkan wawancara terbuka di mana peneliti tidak menggunakan daftar pertanyaan yang terstruktur baik pertanyaan maupun alternatif jawabannya. Instrumen yang akan digunakan hanya berupa pedoman wawancara berisi gambaran umum apa yang akan ditanyakan dan dapat diperdalam/diperluas pada saat penelitian.
2. Observasi Berperan Serta
Observasi peran serta merupakan jenis pengamatan di mana peneliti terlibat langsung dalam situasi dan sistem interaksi obyek yang diteliti. Tehnik ini dimaksudkan untuk memungkinkan peneliti berada dan berkomunikasi dengan para penambang emas yang mengolah hasil penambangannya di mesin-mesin gelondong yang ada di sekitar Kecamatan Pringgarata. Pada kesempatan ini peneliti akan dapat mengamati langsung dari dekat proses pengelolaan limbah tambang yang mereka lakukan, sekaligus akan memperdalamnya melalui wawancara mendalam.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan tehnik pengumpulan data-data tertulis yang ditemukan di tempat penelitian. Tehnik ini digunakan untuk menghimpun dokumen-dokumen tertulis yang mungkin ada di tempat penelitian, misalnya berbentuk surat baik yang diterbitkan pihak dusun, desa atau kecamataan yang berkaitan dengan pengaturan pengelolaan penambangan yang dilakukan masyarakat setempat.
D. Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini akan dilakukan secara deskriftif, yaitu dengan mendeskripsikan semua temuan/informasi dalam bentuk uraian-uraian yang logis. Proses ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu : (1) reduksi data, yaitu memilah-milah data/informasi yang disesuaikan dengan obyek dan tujuan penelitian; (2) penyajian data dengan cara naratif,dan; (3) pengambilan simpulan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Desa Murbaya Kecamatan Pringgarata
Desa Murbaya merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Pringgarata Lombok Tengah, dan terbagi dalam lima dusun (Pademara, Murbaya, Kekalek, Bertais dan Dusun Dasan Baru).Desa ini terletak 1 kilometer dari pusat Pemerintahan Kecamatan dan 10 kilometer dari Praya ibu kota Kabupaten Lombok Tengah dengan kondisi transfortasi yang relatif lancar.
Secara geografis desa ini berbatasan dengan :
1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Sepakek
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pringgarata
3. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Beber, dan
4. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Sintung.
Dilihat dari tofografisnya wilayah Desa Murbaya merupakan dataran tinggi dengan ketinggian tanah 25 meter dari permukaan air laut. Suhu udara rata-rata 23 celcius, irigasi cukup, produktivitas tanah sedang. Petani dapat bercocok tanam dua kali setahun diselangi dengan tanaman palawija, yang lazim dikenal dengan masyarakat dengan musim kembalit.
Luas wilayah Desa Murbaya 301.270 Ha, terdiri dari persawahan 127 Ha, tanah kebun 64,800 Ha, pekarangan 106,470 Ha dan tanah wakaf 3 Ha. Meskipun lahan pertanian tidak terlalu luas tetapi sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup pada sektor ini. Dari 4.241 jiwa penduduk dan 904 kepala keluarga penduduknya, 932 jiwa adalah petani pemilik, 425 jiwa petani penggarap dan 529 jiwa buruh tanah. Sedangkan sisanya bekerja di sektor lain seperti perdagangan, jasa, pegawai dan tentara.
Dari gambaran luas areal pertanian dan banyaknya penduduk yang menggantungkan hidup pada sektor ini dapat dibayangkan kalau sektor ini sebenarnya belum dapat menyangga perekonomian masyarakat. Hal ini dapat ditunjukkan dengan semakin bertambahnya penduduk yang lebih memilih menjadi tenaga kerja keluar negeri (buruh migran) dengan tujuan Malaysia, Brunai, Jepang, Korea dan negara-negara Timur Tengah.
Menurut keterangan dari Kepala Desa setempat Ahmad Tauhid, S.Ag. Jumlah penduduk yang bekerja keluar negeri terus bertambah. Arus mereka yang kembali dan balik bekerja tidak berimbang. Kondisi ini menyebabkan hampir di setiap dusun jumlah angkatan kerja mudanya berkurang baik laki-laki maupun perempuan karena lebih memilih menjadi buruh migran. Mereka yang tinggal umumnya adalah orang tua, anak-anak atau remaja yang sedang sekolah atau kuliah dan memang memiliki mata pencarian yang tetap. Mereka yang tamat sekolah menengahpun sebagian besarnya lebih memilih menjadi tenaga kerja keluar negeri ketimbang melanjutkan kuliah atau mencari kerja di daerah umumnya mereka beranggapan mencari kerja sulit, karena lapangan kerja dan kemampuan yang terbatas (Wawancara tanggal 25 Mei 2009).
Berdasarkan pengamatan peneliti dan data dokumentasi yang . tersedia menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang bekerja di luar negeri tidak terdata secara jelas. Alasan pihak aparat umumnya karena kesulitan mengadministrasikan mereka. Misalnya pencantuman dalam kartu tanda penduduk maupun dalam papan data penduduk yang tersedia di desa. Alasan yang lain bisa jadi karena arus keluar balik mereka yang tidak menentu sehingga pihak aparat akan berulang-ulang mengganti data base yang ada.
Menurut salah seorang tokoh masyarakat, Bukhori Muslim, S.Ag.,mereka yang bekerja keluar negeri mestinya harus terdata dengan baik karena bagaimanapun juga sektor ini telah menjadi mata pencaharian yang telah terbukti mendatangkan hasil yang cukup melimpah dibandingkan dengan sektor pertanian. Alasan kesulitan pengadministrasian tidak lagi dapat diterima. Pihak desa bagaimanapun juga harus dapat membenahi sistem pendataannya dengan lebih baik (Wawancara tanggal 25 Mei 2009).
Beberapa bulan terakhir masyarakat dihebohkan dengan arus masyarakat yang makin meningkat bekerja di penambangan emas Sekotong. Masyarakat banyak yang berbondong-bondong mencoba ikut bekerja di sektor ini. Situasi ini sesaat dapat mengalihkan pesona kecenderungan bekerja keluar negeri. Hal ini tentu bukan tampa alasan. Ini terkait dengan banyaknya orang yang dapat memperoleh keuntungan yang cukup menggiurkan dalam waktu yang relatif singkat bila dibandingkan dengan bekerja di sektor pertanian maupun dengan bekerja keluar negeri.
Mengenai kecenderungan ini kepala desa mengungkapkan :
Banyaknya masyarakat kita yang sekarang ini bekerja menjadi penambang emas di Sekotong tentu saja memberikan keuntungan baik bagi mereka maupun desa. Pertama, beralihnya perhatian dari semula lebih memilih keluar menjadi lebih betah bekerja di sini. Ini tentu saja imbasnya kepada pergerakan ekonomi kita dari menguntungkan negara orang menjadi menguntungkan daerah sendiri. Kedua, bagi mereka sendiri tentu akan dapat meningkatkan perekonomian, kesejahteraan dan kemampuan mereka untuk melanjutkan pendidikan anak-anak mereka sendiri. Dan ketiga, tentu saja muara dari ini semua adalah kemajuan di masa-masa yang akan datang (Wawancara tanggal, 25 Mei 2009).
Apa yang diungkapkan Kepala Desa Murbaya di atas memang sebagian menunjukkan kenyataan. Hanya saja sampai kapan penduduk/masyarakat bertahan pada pilihan ini. Apakah ini tidak hanya kecenderungan yang bersifat sesaat. Banyak faktor akan mempengaruhi pilihan mereka di masa-masa selanjutnya.
Menrut Syarifudin, S.Pt., salah seorang tokoh pemuda dari Dusun Dasan Baru mengungkapkan :
Masyarakat yang banyak bekerja di sektor ini secara spontanitas akan cenderung bertambah atau berkurang ditentukan beberapa faktor. Faktor pertama adalah apakah ada atau tidak pembatasan dari pihak pemerintah daerah terkait dengan dampak lingkungan dan korban nyawa yang terjadi di lingkungan penambangan, apalagi lokasi ini termasuk lokasi penambangan ilegal. Faktor kedua, apakah orang-orang yang banyak berdatangan ke tempat penambangan mendapatkan keuntungan sesuai dengan apa yang didengarkan dan diharapkannya...terlepas dari kedua faktor tersebut yang terpenting harus ada pengaturan pola penambangan yang berasal dari pihak pemerintah yang dalam hal ini harus menunjukkan sikap yang jelas, tidak seperti yang ditampakkan sekarang ini yang cenderung mendua (Wawancara tanggal 27 Mei 2009).
Dari hasil wawancara di atas dapat disebutkan apapun yang mendorong masyarakat untuk menjadikan sektor penambangan emas sebagai alternatif harus diikuti ketegasan dari pihak pemerintah untuk membuat aturan dan kebijakan yang jelas.
B. Pengelolaan Limbah Penambangan Emas di Desa Murbaya Kecamatan Pringgarata
Kecenderungan masyarakat yang bekerja di penambangan emas Sekotong meningkat. Hal ini ditunjang beberapa faktor di antaranya berkembang luas informasi hasil bekerja di tempat ini menggiurkan berupa fakta temuan orang yang mendapatkan emas dari menambang. Kenyataan ini diperkuat peningkatan ekonomi mereka yang berhasil melonjak drastis. Inilah yang makin membuat sebagian besar masyarakat penasaran dan berbondong-bondong ikut mengadu nasip.
Seiring dengan kecenderungan ini hampir di setiap dusun terdapat lebih dari satu mesin penggelondong emas beroperasi. Dari catatan lapangan di Desa Murbaya terdapat sekitar 10 mesin gelondong yang beroperasi, tempat di mana hasil menambang mereka diolah. Dalam hal ini pola penambangan mereka adalah dengan membawa pulang hasil galian mereka dan diolah di tempat
Menurut Marzuki salah seorang penambang pola pengolahan hasil tambang tidak dilakukan di Sekotong tetapi dibawa pula dan diolah di tempat masing-masing adalah karena alasan keamanan. Kalau mereka mengolah di Sekotong dan mendapatkan emas yang cukup/banyak biasanya dibuntuti oleh perampok karenanya lebih aman kalau mengolah di rumah apalagi kalau pembeli emas biasanya datang sendiri ke tempat-teempat beroperasinya mesin gelondong (Wawancara tanggal 26 Mei 2009).
Dengan tersebarnya mesin gelondong yang beroperasi tentu tidak hanya memberikan keuntungan masyarakat setempat seperti keuntungan yang bersifat langsung bagi para penambang, pekerja yang mengoperasikan mesin gelondong maupun pemilik mesin. Keuntungan juga akan diterima secara tidak langsung bagi masyarakat sekitar melalui berjualan makanan, minuman atau peningkatan daya beli. Di samping keuntungan kerugian juga akan dirasakan secara perlahan. Hal ini didasarkan dari hasil pengamatan pada semua tempat beroperasinya mesin gelondong emas di Desa Murbaya yang tidak melakukan pengolahan limbah sama sekali. Limbah pengolahan langsung dialirkan ke selokan dan sungai-sungai yang menjadi saluran utama yang masuk ke persawahan. Belum lagi sebagian besar masyarakat Murbaya melakukan aktivitas mandi, buang air besar/kecil dan mencuci dari sungai yang tentu saja sudah tercemar oleh limbah yang dialirkan begitu saja dari mesin-mesin gelondong yang beroperasi di banyak tempat.
Menurut H. Mursid, salah seorang pemilik mesin gelondong dari DusunKekalek mengungkapkan :
Saya mendirikan lokasi mesin gelondongan saya didekat telabah (sungai kecil yang biasa menjadi saluran irigasi yang berfungsi sebagai tempat qada’ hajat, mencuci dan mandi, pen.) untuk memudahkan kita mengolah batu-batu yang telah digelondong sekaligus berfungsi untuk mengalirkan limbahnya. Dengan cara ini kita tidak memerlukan dana besar untuk membuat penampungan dan pembuangan limbah…dengan dialirkan ke telabah saya kira akan hanyut dan tidak merugikan siapa-siapa (Wawancara tanggal 29 Mei 2009).
Apa yang diungkapkan responden di atas juga menjadi jawaban dari mereka yang memiliki mesin gelondongan dan yang bekerja di lokasi ini. Hal ini menunjukkan ketidaktahuan mereka tentang bagaimana proses pengelolaan limbah yang benar dan tidak membahayakan manusia dan lingkungan sekaligus menunjukkan mereka tidak mengetahui sama sekali dampak yang ditimbulkan dari proses pengolahan emas yang mereka lakukan. Mereka tidak memiliki pengetahuan tentang dampak langsung dari merkuri yang mereka gunakan. Menurut pengakuan mereka dari 10 mesin gelondong yang beroperasi rata-rata dari setiap mesin menghabiskan lima kilo air raksa/merkuri setiap bulan (Wawancara tanggal 25 Mei 2009).
Dari pengakuan tersebut dapat dihitung berapa banyak jumlah air raksa yang mengalir di selokan-selokan, sungai, sawah dan kolam setiap hari, minggu dan bulannya. Jumlah ini tidak kecil tetapi dalam waktu yang lama masyarakat akan merasakan dampak baik dalam bentuk penyebaran penyakit kulit, mata atau kanker seperti menimpa di beberapa tempat penambangan sebagai diungkap dalam latar belakang penelitian ini.
Sampai saat ini dampak yang dirasakan masyarakat masih terbatas pada terganggu aktivitas istirahat malam dan siang akibat operasi mesin gelondong yang berlangsung 24 jam. Di Dusun Dasan Baru sempat menimbulkan gelombang protes supaya operasi mesin gelondong dilakukan jauh dari pemukiman. Beberapa masyarakat bahkan sempat mengeluhkan gatal sehabis mandi di sungai tetapi hal ini tidak menarik perhatian cukup banyak pihak karena keterbatasan pengetahuan masyarakat dalam hal ini seperti diungkapkan salah seorang tokoh muda pemerhati lingkungan Syarifudin, S.Pt.:
Masyarakat di sini tidak banyak tahu bahaya penambangan akibat penggunaan merkuri yang disertai tampa pengolahan limbah. Bagi mereka hanya bagaimana mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan. Ini dapat kita maklumi karena pengetahuan yang terbatas bahkan tidak ada sama sekali. Kalaupun mereka kita kasih tahu mereka beranggapan kalau kita iri dan sok peduli. Jadi sebenarnya perlu perhatian semua pihak dalam hal ini untuk mengatur bagaimana aktivitas pengolahan yang dilakukan masyarakat kita saat ini nantinya tidak membahayakan kita dan lingkungan. Harus ada ijin operasi bagi pemelik mesin gelondong yang disertai sistem pengolahan limbah yang tidak dibuang begitu saja terutama ke sungai-sungai yang dimanfaatkan langsung masyarakat. Tampa ada kepedulian dan ketegasan kita akan tinggal menunggu penyakit dan kerugian yang besar di belakang hari (Wawancara tanggal 26 Mei 2009).
Apa yang diungkapkan oleh responden di atas dibenarkan oleh Kepala Desa Murbaya bahwa sampai saat ini belum ada pengaturan dari pihak desa tentang masalah perijinan operasi maupun keharusan mengolah limbah secara benar dan bertanggungjawab bagi para pemilik mesin gelondong yang beroperasi khususnya di Desa Murbaya. Menurutnya karena belum ada instruksi dari pihak atasan langsung dan terkait desa sehingga sampai saat ini mereka dibiarkan beroperasi begitu saja (Wawancaara tanggal 25 Mei 2009)..
Dengan demikian semua mesin gelondong yang beroperasi tidak ada satupun yang melakukan proses pengolahan limbah. Ini terjadi sejak awal bahkan sampai keluar penghentian sementara aktivitas penambangan masyarakat di Sekotong mesin-mesin gelondong di Desa Murbaya terus beroperasi. Hampir setiap hari ada saja mobil atau sepeda motor yang mengantarkan hasil galiannya untuk diolah di mesin-mesin gelondong yang tersebar khususnya di wilayah Desa Murbaya. Memang untuk sementara persoalan ekonomi, tenaga kerja dapat diatasi di tinggkat desa tapi di masa yang akan datang masyarakat harus sudah bersiap menerima akibatnya.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan temuan dan pembahasan dapat disimpulkan : masyarakat yang melakukan pengolahan hasil peenambangan emas melalui mesin-mesin gelondong dan menggunakan merkuri/air raksa dalam prosesnya tidak melakukan pengolahan limbah teta;pi dibuang lanngsung dengan cara dialirkan ke selokan dan sungai yang dimanfaatkan langsung masyarakat untuk mengairi sawah, kolam, mandi, buang air dan mencuci.
B. Saran
Dari temuan di atas selanjutnya disampaikan saran terutama kepada para aparat yang berwenang (pemerintah) dan masyarakat, antara lain :
1. Menertibkan aktivitas pengolahan hasil penambangan yang ada di setiap tempat dan mengharuskan melalui proses perijinan yang disertai dengan sistem pengolahan limbah yang benar dan bertanggungjawab.
2. Memberikan sosialisasi dampak bahaya penambangan dan bagaimana pengolahan limbah yang benar.
3. Masyarakat hendaknya kritis dalam masalah-masalah yang membahayakan mereka dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Nazir, Moh.,1989. Metode Penelitian. Jakarta : PT. Ghalia.
Riyanto, Yatim. 2007. Metode Penelitian Kualitatif dan Kwantitatif. Surabaya : UNESA Press.
Shadily Hassan. 1986. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta : PT. Ichtiar Baru-Van Hoeven.
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon Tinggalkan Komentar