Senin, 12 Juli 2010

OLEH-OLEH WACANA DARI DISKUSI POLITIK AKAR RUMPUT

Oleh-Oleh Wacana Dari Diskusi Politik Akar Rumput

(Telaah Pemilukada Tahap II Lombok Tengah Menuju Politik Sehat)

“Kemenangan dalam proses politik hendaknya menjadi kemenangan public bukan pertarungan kepentingan yang membuka peluang menciptakan tatanan yang saling menguasai, memarginalkan, saling menzalimi. Kemenangan yang hakiki adalah kemenangan yang membangun ruang berbagi, saling peduli, saling percaya dan saling belajar dengan keberbedaan yang saling melengkapi”

Pembicaraan sehari-hari masyarakat akar rumput tidak bisa dipilah secara diametric dengan persoalan politik praktis. Apalagi dalam waktu dekat Pemilukada II segera digelar. Pembicaraan-pembicaraan mereka se-apatis apapun memiliki nilai yang mendekatkan kita pada pertanda perubahan dan pergeseran pandangan yang mulai menampakkan benih rasionalitas yang juga berarti quasi politik akar rumput mulai menguat. Hal ini ternyata belum mendapat respon kalangan elitis ‘pemain politik’ yang masih saja menerapkan trik-trik dan intrik-intrik klasik dengan menjual janji, serangan fajar, membantu pembangunan masjid, tempat-tempat umum dan segudang cara yang sebenarnya mudah ditebak muaranya. Inilah gambaran kasatmata surface praktik perpolitikan yang baru saja kita lewati dengan Pemilukada I yang cukup kuat menyita keingintahuan kita siapa yang akan muncul menjadi pemenang pada putan berikut. SALAM atau MAIQ MERES.

Seiring dengan perkembangan actual ini (pasca Pemilukada I Loteng mengantarkan dua pasang calon ke the next elimination) meruak harapan-harapan perubahan yang lebih baik, berharkat, sejahtera menemukan simpul empatis. Adakah harapan-harapan tersebut akan menjadi kenyataan atau masih jauh api dari panggang. Hal ini tentu berkaitan dengan paradigma politik yang berjangka pendek sedangkan harapan-harapan yang berkaitan dengan space yang abstrak dan perennial terlampau sering tidak bisa dipahami sebagai garis lurus tetapi complicated. Kontek ini tentu tidak berarti berpolitik sebagai pilihan yang sekunder, padahal politik bisa menjadi instrument utama pengubah masyarakat pada harapan-harapan yang ingin diwujudkan.

Hal ini sempat muncul dalam diskursus politik akar rumput yang menghadirkan dua tim pemenangan yang akan bertarung pada putaran kedua yaitu Tim SALAM dan MAIQ MERES. Dari Tim SALAM yang diwakili salah seorang TIM Advokasi SALAM—Khairil Anwar, SH., menyatakan bahwa harapan perubahan masyarakat akar rumput dengan SALAM sebenarnya adalah sama yaitu bagaimana mewujudkan perubahan kearah yang lebih baik terutama pada dua bidang perikehidupan yaitu pendidikan dan kesehatan. Hal ini terkait dengan posisi Lombok Tengah sebagai kabupaten dengan IPM terendah karena masalah pendidikan dan kesehatan. Karenanya “bila kemenangan nantinya pada SALAM itu hakekatnya adalah kemenangan Lombok Tengah, bukan warga NW seperti yang ditakuti banyak kalangan” ungkap Khairil.

Hal yang sama juga diungkap dari Tim sukses MAIQ MERES yang menegaskan bahwa kemenangan calon siapapun pada tahap kedua ini adalah kemenangan masyarakat Lombok Tengah. Hanya saja kubu ini memiliki orientasi politis yang berbeda yaitu bagaimana mewujudkan Lombok Tengah bagian selatan dan utara disatukan dalam simpul ukhuwah siyasah yang dapat mengatasi dominasi aristokrasi sasak yang sebenarnya lahir dari sarwa ekspansif kerajaan Hindu Bali yang pernah menguasai Lombok. Hal ini hanya mungkin dapat dicapai dengan pemposisian jajaran birokrasi yang mengutamakan profesionalisme dan focus pada apa yang benar-benar dibutuhkan masyarakat.

Persoalannya adalah dapatkah apa yang diungkap masing-masing tim tersebut dapat menjadi kenyataan karena seringkali kepentingan politik berjangka pendek, berubah-ubah dan seringkali tidak dapat ditebak, sementara kepentingan public tidak berbatas membutuhkan akumulasi waktu, energy, quasi empowering yang continue sepanjang keberhidupan yang selalu tak jenuh berharap perubahan kea rah yang lebih baik, berharkat dan sejahtera secara kualitatif—ungkap Abu Hanna wa Qila salah seorang pegiat social di Lombok Tengah. Lebih jauh Abu mengungkap “persoalan yang utama sebenarnya adalah bagaimana mewujudkan dua tahapan yang telah kita lalui sebagai social learning pada tataran politik dalam rangka menunjukkan kepada mereka suatu perspektif politik yang sehat, tidak zalim pada hak-hak rakyat dengan mengelabui mereka dengan mimpi perubahan yang menipu. Inilah yang dapat mengantarkan kita pada idea kemenangan siapapun pada putaran kedua ini adalah kemenangan rakyat Lombok Tengah”.

Apa yang diungkap di atas tentu harus menjadi renungan semua kalangan tidak sekedar wacana yang mampir dalam perhelatan-perhelatan diskusi kalangan tertentu yang sebenarnya dapat saja menyimpan pisau asuh yang membunuh harapan-harapan kearah yang lebih baik dalam realita. Tidak dengan mimpi perubahan masyarakat yang tertahan dalam apatisme dan sikap politik pragmatis yang bersiap-siap menjadi kekuatan penggebrak yang seringkali tidak diperhitungkan kekuatannya oleh banyak kalangan. Yang utama adakah ketulusan dari kedua kontestan memberdayakan kesadaran berpolitik konstituen bukan deseminasi strategi yang hanya focus pada bagaimana memenangkan karena ini harus berimbang dengan potensi bagaimana menenangkan dan meyakinkan bahwa yang terpenting bukan siapa yang kalah-menang tapi hikmah pembelajaran yang bermakna untuk menanam keyakinan serta komitmen berubah secara bersama-sama tampa ada yang merasa disakiti karena ditinggalkan dan diarahkan menjadi penghuni tenda marginalitas. Inilah inti pijar siapapun yang menang pada Pemilukada II adalah kemenangan masyarakat Lombok Tengah. (Didokumentasikan dari Diskusi Bulanan Komunitas Digital Kampung Media Sopoq Angen Lombok Tengah yang bertemakan : Diskusi Politik Akar Rumput Oleh : Hablul Warid, S.Ag.,M.Pd., selaku Dewan Pembina Sidang Redaksi tanggal, 10 Juli 2010 di Sekretariat )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon Tinggalkan Komentar