Bila pendidikan berkualitas dan memberdayakan menjadi alternatif dan strategi untuk hidup yang lebih baik bagi si misikin maka pemerintah harus dapat mewujudkannya dalam realitas, tidak sekedar basa-basi dan janji yang mudah diingkari
(Pringgarata, 26/08/11) Pendidikan dalam watak yang ideal harus memiliki quasi transitif mengarahkan subyek didik, tidak terserabut dari cita dan realitas sosial di mana ia lahir, bertumbuh dan berkembang. Pada sisi lain dapat mendesakkan perubahan yang berjangkar dan memuara pada peningkatan keberhidupan yang berkualitas sesuai dengan idealitas esok hari yang diterima sebagai suatu tujuan bersama yang hendak dicapai. Pendidikan tidak boleh dipaket-paket dalam kepentingan yang menyimpan sembilu kezaliman, eksploitasi dan mobilisasi bersayap yang sebenarnya berpotensi besar memberangus secara eupemistis hak-hak pendidikan perseorangan, kelompok dan golongan.
Menurut Fira pengkaji masalah-masalah sosial dan kependidikan pada Pusat Studi Masa Depan menanggapi kecenderungan pendidikan saat ini; ”pendidikan dalam praktiknya harus berdiferensiasi dalam segala komponen konstitutifnya. Hal ini berkaitan dengan subyek layanan pendidikan adalah manusia yang bersifat unik. Saat ini kita menyaksikan trend pendidikan yang membingungkan dan cenderung berubah cepat tampa arah yang jelas, padahal pendidikan setidaknya harus dapat mempertahankan suatu arays dinamika yang berada di antara dua sisi secara simultan yaitu konservatif dan progresif. Konservatif berkaitan dengan fungsi konservasi nilai-nilai dan progresif sebagai instrumen adaftif dengan irama dinamika. Ini justru berseberangan karena kecenderungan berubah justru pada aspek-aspek yang tidak penting bukan pada emergent properties pendidikan itu sendiri sehingga jangan heran saat ini dan bisa jadi mendepan hak-hak pendidikan yang berkualitas dan memberdayakan terutama bagi kalangan masyarakat miskin hanya ada dalam bunga wacana, janji politik bukan dalam realitas yang benar-benar ada”.
Hal yang sama juga diungkap Mbak Qila yang aktif bergerak dalam lembaga yang sama, ”pemerintah seperti tidak serius mengurus pendidikan, lebih fokus pada permasalahan-permasalahan politik dan kekuasaan. Pendidikan hanya dilihat sebagai instrument efektif untuk memobilisasi kepentingan dan dukungan. Pada sisi lain pendidikan yang diartikulasikan dalam lembaga sekolah cenderung bergerak menjadi sebuah lembaga birokrasi yang rigid dan dianggap paling benar dalam memberikan jaminan masa depan yang lebih baik sedang masyarakat tidak berdaya menghadapi sekolah. Ketika pemerintah menerapkan kebijakan sekolah tidak boleh memungut uang sekolah (SPP), sekolah menarik uang iuran komite dan ekstra yang besarnya justru jauh lebih banyak dari SPP. Ketika pemerintah mengalokasikan BOS buku, sekolah dan guru bekerjasama dengan penerbit lain menekan murid membeli buku. Ketika pemerintah menggelontorkan program sekolah gratis masyarakat miskin hanya mendapatkan kualitas pendidikan yang pas-pasan. Sekolah berkualitas mahal dan orang miskin tidak boleh berharap atau sekedar bermimpi mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan memberdayakan”.
Dalam sebuah diskusi terbatas yang digagas Pusat Kajian Islam dan Pendidikan bekerjasama dengan Komunitas Kampung Media Digital Sopok Angen mengangkat tema ini. Dari sharing pendapat yang berlangsung hangat terungkap beberapa gagasan untuk mengembangkan pendidikan di lingkungan Dusun dasan Baru terutama untuk mewujudkan pendidikan berkualitas dan transitif bagi kalangan yang tidak mampu secara ekonomi. Pendidikan yang akan dikembangkan tentu tidak terbatas pada mendirikan suatu lembaga pendidikan, tetapi lebih dalam arti yang sifatnya menyeluruh dan menghindari pola-pola pendidikan yang dipakem oleh lajur birokrasi.yaitu dengan menggalakkan beberapa konsep aksi di antaranya : (1) memanfaatkan berbagai kesempatan informal dan kegiatan-kegiatan sehari-hari, mulai dari obrolan di berugak, pos ronda, di buk-buk, pengajian, rembukan sebagai ajang berbagi ide, gagasan, solusi dan informasi bermanfaat dan solutif; (2) memfasilitasi lembaga pendidikan yang ada di Dusun Dasan Baru baik dari segi ide, program, tenaga dan dukungan untuk mengembangkan pendidikan berkualitas yang membuka akses yang seluas-luasnya untuk kelompok masyarakat tidak mampu; (3) mengefektifkan pertemuan dan pengajian bulanan bagi para donatur yang sudah ada sambil menyampaikan data-data dan fokus layanan bagi kelompok tidak mampu; (4) mengembangkan usaha produktif budidaya naga dan peternakan termasuk dalam fasilitasi enterpreunersif; (5) melakukan advokasi sosial untuk mendorong masyarakat tahu hak-hak dan mendesakkan perubahan yang pro terhadap nasib mereka.
Menurut H. Munzir, S.Pdi., ”apa yang telah dihasilkan dan disepakati tersebut sebenarnya ada yang sudah berjalan efektif yaitu fasilitasi keberdayaan lembaga pendidikan yang dalam hal ini adalah Mts. Nurul Islam yang saat ini sedang meniti menuju model pendidikan berkualitas terutama bagi orang-orang yang tidak mampu. Lembaga pendidikan ini saat ini sudah lama menerapkan moving class, program pendidikan terpadu-bilingual yang gratis. Selain itu yang sudah berjalan efektif adalah pertemuan dan pengajian rutin bagi kelompok donatur untuk mendukung pendidikan bagi kalangan yang tidak mampu. Kelompok ini aktif menggelar pertemuan setiap bulan setiap tanggal 15-an bulan atas”.
Tentu saja apa yang digagas di Dusun Dasan Baru ini semoga dapat berjalan dan pendidikan berkualitas bagi masyarakat yang tidak mampu tidak lagi menjadi mimpi. Dan pemerintah harusnya lebih peka membuka diri melalui program-program, kebijakan-kebijakan pendidikan yang lebih berpihak buat si miskin. (Rid)
makasihh gann infonyaa
BalasHapusayo gan buruan ikutin kompotisi cerdas cermat online sejawatimur seri2 gann hadiahnya cukup banyak dan pendaftaranya geratis gan